Minggu, 27 Juli 2008

Perjuangan Hidup

Akhir Perjuangan Hidup

" Cuma fiksi karangan biasa. Tidak semua wanita malam itu buruk, walau jelek dimata. "

Angin malam yang dingin berhembus tanpa belas kasih, menusuk sumsum tulang para penghuni malam. Ratih mendekap kedua lengannya yang kedinginan. Ia agak menyesal menggunakan baju lengan terbuka di malam sedingin ini. Namun apa mau dikata, sudah menjadi resiko dan kewajiban menggunakan busana yang belum selesai dijahit oleh penjahitnya. Bila tidak, tak akan ada pekerjaan dan uang yang diburunya pun akan segera melayang.

Sebagai seorang PSK jalanan, Ratih harus bisa menjadi kelelawar malam yang mengubah waktu tidurnya. Ini bukanlah pekerjaan yang Ratih inginkan. Bila ada kesempatan, ia ingin sekali untuk meninggalkannya. Namun kesempatan itu tak pernah menghampirinya. Tak ada pekerjaan lain yang mau menampungnya, wanita yang hanya lulusan Sekolah Dasar dan tanpa keterampilan apa-apa. Apalagi dengan tanggungan tiga anak yang masih kecil-kecil. Sebagai seorang single parent yang telah ditinggal mati oleh suaminya, dia harus dapat menggantikan posisi sebagai kepala keluarga.

Malam ini pun keberuntungan menjauh dari Ratih. Tak ada seorang pelanggan pun yang mau mengambilnya, walau ia sudah lama menunggu. Ratih juga sebenarnya menyadari semua ini akan terjadi padanya. Pekerjaan sebagai PSK yang tak berkelas serta berwajah pas-pasan dan usia yang sudah tidak muda lagi, Ratih kalah saingan oleh para pendatang baru di dunia hiburan malam yang dimana mereka jauh lebih cantik dan lebih muda dari padanya. Namun Ratih tetap tegar menghadapi semua ini demi anak-anaknya. Setelah lewat pukul 2 dini hari, Ratih pun meninggalkan tempat mangkalnya bersama para sahabatnya karena pelanggan yang dari tadi ditunggunya tak kunjung datang.

Ratih tiba di rumah kontrakan sederhananya yang ia sewa dengan harga murah. Ketiga anaknya telah pergi bermain di alam mimpi mereka masing-masing. Setelah mengganti pakaian dinasnya dengan pakaian harian dan membersihkan diri, Ratih pun mengecup kening ketiga anaknya yang sudah tidur sebelum ia menyusul mereka berpetualang ke alam mimpi.

......

"Ma, tadi siang Pak Guru bilang kalau uang sekolah Nita belum dibayar, Nita nggak boleh ikut ujian." cerita Nita, anak sulung Ratih yang sudah duduk di bangku kelas 3 SMP kepada Ratih yang sedang menyiapkan makan malam untuk anak-anaknya sebelum ia pergi beroperasi.
"Iya, besok mama pasti akan bayar. Tapi Nita yang sabar dulu ya, soalnya Abi juga harus bayar uang sekolahnya. Susu Doni juga sudah habis."
"Tapi mama janji kan mau bayarin uang sekolah Nita?" tuntut Nita agak kecewa.
"Pasti. Mama pasti akan bayar kalau mama udah dapet uang. Mangkanya Nita doain dong biar mama bisa dapet rejeki yang banyak." Ratih menenangkan.
"Iya deh, semoga mamaku yang baik dapet rejeki yang banyak biar bisa bayarin uang sekolah Nita dan Abi. Sama bisa beli susu buat Doni yang imut ini, he he...."
"Ya udah, mama pergi dulu ya? Nanti kalau makannya sudah selesai tolang semuanya diberesin ya, terus ajak adik-adiknya tidur soalnya mama pulangnya malem lagi!
"Abi belajar yang rajin ya! Doni juga jangan nakal ya sayang! Nit, mama nitip adi-adik kamu ya! Jagain mereka! Mama pergi dulu." Ratih pun pergi setelah berpesan dan mengecup kening dan pipi mereka masing-masing.

......

Malam ini Ratih tidak lebih baik dari para kawan-kawannya yang lain. Ia hanya memperoleh satu pelanggan saja. Itupun uang yang diterimanya tidaklah banyak dan tidak sebanding dengan luka-luka memar yang diperolehnya karena perlakuan kasar si pengguna jasanya tadi. Namun Ratih tetap bersyukur bisa memperoleh uang untuk anak-anaknya. Sebelum pulang, Ratih membelikan susu buat Doni, anak bungsunya yang baru berusia 2 tahun.

Di tengah pejalanan pulangnya, Ratih dihadang oleh sekawanan pemuda mabuk yang memaksa Ratih untuk menyerahkan semua uang yang ia bawa. Ratih pun berusaha melawan sekuat tenaga atas pemaksaan dan perampasan uang yang akan digunakannya untuk biaya sekolah anaknya. Namun malang nasibnya. Pisau tajam seorang pemuda yang digunakan untuk mengancam dan menakuti Ratih telah menancap dalam di perut Ratih. Mereka pun segera melarikan diri, meninggalkan Ratih seorang diri yang menahan sakit, serta membawa lari semua uang Ratih. Susu yang tadi dibeli Ratih untuk Doni kini berhamburan berantakan di jalan karena diinjak-injak oleh para pemuda bengis tadi.

Ratih sudah tak kuat menahan semua ini. Tetapi ia tak mau menyerah dan meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil-kecil. Siapa yang akan mengurus dan merawat mereka bila ia mati? Ratih tak ingin membuat Nita, Abi, dan Doni menangis lagi meratapi kepergian orang tuanya. Ratih ingin sekali melihat mereka selalu tersenyum dan meraih sukses di masa depan. Namu keinginan itu tak akan dilihat dan dirasakan oleh Ratih. Setelah menahan rasa sakit dengan sekuat tenaga, Ratih pun tak dapat tertolong lagi. Pisau tajam itu telah merenggut nyawanya. mengantarkannya menemui suami tercintanya dan meninggalkan luka di hati orang-orang yang dikasihinya.


Diposting dari Kemudian.com

Tidak ada komentar: